Mitos vs Fakta tentang Kurban Idul Adha yang Perlu Kamu Tahu

Setiap tahunnya, umat Islam merayakan Idul Adha dengan penuh khidmat. Salah satu ibadah yang paling menonjol adalah penyembelihan hewan kurban. Ibadah ini bukan hanya simbol ketaatan kepada Allah SWT, tetapi juga menjadi bentuk kepedulian sosial terhadap sesama. Namun di balik kesakralan ibadah kurban, masih banyak mitos yang berkembang di masyarakat dan seringkali menyebabkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui mana yang termasuk mitos dan mana yang merupakan fakta, agar ibadah yang dilakukan benar secara syariat dan bermakna secara sosial.

Salah satu mitos yang sering beredar adalah bahwa ibadah kurban hanya diperuntukkan bagi orang kaya. Padahal, menurut ajaran Islam, kewajiban berkurban diberikan kepada mereka yang mampu secara finansial, yaitu memiliki kelebihan harta setelah memenuhi kebutuhan pokok. Artinya, siapapun yang memiliki niat dan kemampuan, baik kaya maupun tidak, bisa melaksanakan kurban. Banyak masyarakat dari kalangan menengah bahkan dengan penghasilan terbatas yang tetap bisa berkurban dengan cara menabung jauh-jauh hari.

Selain itu, ada anggapan bahwa hanya hewan jantan yang sah dijadikan hewan kurban. Fakta yang sebenarnya, hewan betina pun diperbolehkan selama memenuhi syarat dari segi umur, kesehatan, dan tidak cacat. Ketentuan ini merujuk pada berbagai hadis dan pendapat ulama yang menegaskan bahwa syarat utama adalah kualitas hewan, bukan jenis kelaminnya. Oleh karena itu, memilih hewan kurban sebaiknya berdasarkan kondisi fisiknya, bukan jenis kelaminnya semata.

Mitos lain yang juga cukup umum adalah bahwa daging kurban harus segera dihabiskan atau dibagikan pada hari yang sama saat penyembelihan. Padahal, Rasulullah SAW membolehkan penyimpanan daging kurban hingga beberapa hari ke depan, terutama jika diperlukan. Dalam kondisi tertentu, menyimpan daging kurban bahkan menjadi anjuran agar bisa dimanfaatkan lebih optimal dan tidak mubazir. Hal ini menunjukkan fleksibilitas Islam dalam mengatur hal-hal teknis selama tidak keluar dari prinsip-prinsip dasar ibadah.

Sebagian masyarakat juga percaya bahwa kurban bisa dilakukan oleh orang lain tanpa niat dari pemilik hewan. Hal ini keliru. Dalam pelaksanaan kurban, meskipun penyembelihannya bisa diwakilkan, namun niat tetap harus berasal dari orang yang berkurban. Tanpa niat tersebut, ibadah kurban menjadi tidak sah. Oleh karena itu, penting bagi seseorang yang ingin berkurban untuk menyatakan niatnya, baik secara lisan maupun dalam hati, sebelum hewan disembelih.

Ada pula mitos yang mengaitkan darah hewan kurban dengan keberkahan spiritual atau kekuatan magis. Misalnya, memercikkan darah kurban di rumah atau tempat usaha sebagai penolak bala. Pandangan seperti ini tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 37, Allah menegaskan bahwa yang sampai kepada-Nya bukanlah darah dan daging, melainkan ketakwaan dari hamba-Nya. Artinya, kurban bukanlah ritual magis, melainkan ibadah yang menekankan nilai keikhlasan dan pengorbanan.

Mitos berikutnya adalah bahwa kurban kolektif atau patungan dianggap tidak sah. Dalam praktiknya, Islam membolehkan tujuh orang patungan untuk satu ekor sapi atau unta. Hal ini bahkan menjadi solusi bagi masyarakat yang belum mampu berkurban secara individu. Asalkan setiap peserta memiliki niat kurban, maka ibadahnya tetap sah dan berpahala. Kurban kolektif juga mencerminkan semangat gotong royong dalam Islam, di mana ibadah dilakukan secara bersama untuk keberkahan yang lebih luas.

Terakhir, anggapan bahwa perempuan tidak boleh berkurban juga merupakan mitos yang perlu diluruskan. Tidak ada larangan dalam syariat Islam bagi perempuan untuk berkurban. Siapa saja yang mampu dan berniat, baik laki-laki maupun perempuan, berhak melaksanakan ibadah ini. Banyak perempuan muslimah, baik sebagai individu maupun kepala keluarga, yang rutin berkurban setiap tahunnya sebagai bentuk ibadah dan kepedulian terhadap sesama.

Dengan memahami mitos dan fakta seputar kurban Idul Adha, kita tidak hanya memperbaiki praktik ibadah, tetapi juga menjaga kemurnian ajaran Islam dari pengaruh budaya dan tradisi yang menyimpang. Kurban adalah momen yang sarat nilai spiritual, sosial, dan kemanusiaan. Maka dari itu, mari laksanakan kurban dengan pemahaman yang benar, niat yang tulus, dan semangat berbagi yang tinggi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Menjadi pusat pengembangan keterampilan pemuda, informasi kegiatan pemuda dan mempersiapkan tenaga kerja masa depan.

Media Sosial

Most Recent Posts

Category

PPMI merupakan organisasi yang menaungi alumni atau purna program Kemah Kesatuan Pemuda (KKP) atau Jambore Pemuda Indonesia,

Portfolio

Case Studies

Projects

Success Stories

Latest Posts

Web Design

© 2023 Created with Royal Elementor Addons