Mengenal Sejarah Nama Daerah di Jakarta Barat: Dari Kalideres hingga Tambora

Jakarta Barat menyimpan banyak cerita menarik yang tersembunyi di balik nama-nama daerahnya. Nama-nama seperti Kalideres, Rawa Belong, dan Tambora mungkin sudah tak asing di telinga warga Jakarta, tetapi tidak banyak yang mengetahui asal-usul dan sejarah yang melatarbelakanginya. Seiring berjalannya waktu, daerah-daerah ini berkembang menjadi kawasan urban modern, namun jejak sejarah tetap terekam dalam penamaan wilayahnya. Berikut adalah delapan nama daerah di Jakarta Barat yang unik dan sarat makna sejarah:

1. Sawah Besar

Dulunya, Sawah Besar adalah wilayah persawahan luas yang menjadi bagian dari sistem pertanian pada masa kolonial Belanda. Nama “Sawah Besar” mencerminkan kondisi geografis pada masa itu, ketika lahan pertanian mendominasi wilayah ini. Menurut Atlas Sejarah DKI Jakarta karya Adolf Heuken (2000), area ini merupakan bagian dari pinggiran Batavia yang digunakan untuk mendukung ketahanan pangan kota. Kini, kawasan ini tetap mempertahankan namanya meskipun sudah tidak ada lagi sawah di sekitarnya.

 

2. Kalideres

Nama Kalideres berasal dari dua kata, “kali” yang berarti sungai dan “deres” yang merujuk pada derasnya aliran air. Wilayah ini dahulu dikenal karena dialiri sungai dengan arus yang cukup deras. Dalam penelitian dari Universitas Indonesia (FISIP UI, 2015), nama-nama wilayah seperti Kalideres sering kali mencerminkan kondisi alam yang dominan pada masa lampau. Kini, Kalideres berkembang menjadi pusat transportasi penting di Jakarta, dengan terminal bus besar yang menghubungkan kota ini dengan wilayah lain di Pulau Jawa.

 

3. Rawa Belong

Rawa Belong dikenal sebagai pusat perdagangan bunga terbesar di Jakarta. Nama “Rawa Belong” berasal dari kondisi wilayah yang dulunya berupa rawa-rawa dan dimiliki oleh seorang tokoh Betawi bernama Belong. Berdasarkan situs resmi Pemprov DKI Jakarta (jakarta.go.id), daerah ini juga memiliki peran penting dalam pelestarian budaya Betawi, terutama melalui pasar bunga dan kesenian lokal yang masih lestari hingga kini.

 

4. Grogol

Nama Grogol berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti aliran air kecil atau parit. Sejak zaman Belanda, wilayah ini telah dilengkapi sistem kanal dan drainase untuk mencegah banjir di Batavia. Menurut buku Batavia: Kota Air dan Strategi Perkotaan oleh Mona Lohanda (2007), sistem kanal sangat memengaruhi pembentukan kawasan seperti Grogol. Pada masa pendudukan Jepang, Grogol juga pernah menjadi kamp interniran bagi tahanan politik, menambah kekayaan sejarah kawasan ini.

 

5. Kebon Jeruk

Nama Kebon Jeruk merujuk pada masa ketika wilayah ini ditanami kebun jeruk yang luas. Menurut Ensiklopedi Jakarta (Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik DKI Jakarta), kawasan ini dulunya merupakan lokasi perkebunan milik warga Eropa dan Tionghoa pada abad ke-18 hingga 19. Kini, meski telah menjadi pemukiman dan pusat bisnis, nama “Kebon Jeruk” tetap melekat sebagai identitas wilayah.

 

6. Palmerah

Ada beberapa versi mengenai asal-usul nama Palmerah. Salah satunya menyebutkan bahwa nama ini berasal dari “palu merah,” tanda yang digunakan pada masa Belanda untuk menandai batas wilayah atau tempat eksekusi. Versi lain menyebutkan bahwa nama ini berasal dari nama tumbuhan atau tokoh lokal. Dalam jurnal Sejarah dan Nama Tempat di Jakarta oleh Winarno (UNJ, 2012), disebutkan bahwa Palmerah kini dikenal sebagai kawasan perdagangan dan media, dengan banyak kantor berita serta pusat logistik nasional.

 

7. Cengkareng

Nama Cengkareng berasal dari dua kata dalam bahasa Betawi: “cengkar” (tempat terbuka) dan “ereng” (pinggiran). Secara historis, Cengkareng adalah area terbuka di pinggiran Batavia yang digunakan sebagai lahan pertanian dan tempat pemukiman pendatang. Dalam jurnal Toponimi dan Sejarah Wilayah Jakarta oleh Nurhadi (UI, 2016), nama-nama seperti Cengkareng mencerminkan identitas lokal dan transisi masyarakat dari agraris ke urban.

 

8. Tambora

Nama Tambora kemungkinan besar diambil dari Gunung Tambora di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Letusan gunung tersebut pada tahun 1815 merupakan salah satu bencana alam terdahsyat dalam sejarah. Dalam artikel Letusan Tambora dan Pengaruhnya di Batavia (Historia.id, 2017), disebutkan bahwa abu vulkanik letusan Tambora sempat memengaruhi iklim dan pertanian di Batavia. Nama “Tambora” digunakan di Jakarta mungkin untuk mengenang peristiwa tersebut. Kini, Tambora dikenal sebagai salah satu kawasan dengan kepadatan penduduk tertinggi di ibu kota.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Menjadi pusat pengembangan keterampilan pemuda, informasi kegiatan pemuda dan mempersiapkan tenaga kerja masa depan.

Media Sosial

Most Recent Posts

Category

PPMI merupakan organisasi yang menaungi alumni atau purna program Kemah Kesatuan Pemuda (KKP) atau Jambore Pemuda Indonesia,

Portfolio

Case Studies

Projects

Success Stories

Latest Posts

Web Design

© 2023 Created with Royal Elementor Addons